Halini juga sesuai dengan Pasal 137 Ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa ada perbedaan antara suatu geschrifte dengan suatu afbeelding atau antara suatu tulisan dengan suatu gambar. 77 Mahkamah Kosntitusi, "Pasal 134 KUHP, Tindak Pidana Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden" Jurnal Kostitusi 4, no. 1 (2007), h. 45
Pasal 163 bis 1 Barangsiapa dengan salah satu daya upaya yang tersebut dalam pasal 55 diangka 2 membujuk orang lain akan melakukan kejahatan, dan jika kejahatan itu atau percobaannya yang dapat dihukum tidak terjadi, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. akan tetapi tidak boleh sekali-sekali dijatuhkan hukuman yang lebih berat dari pada yang dapat dijatuhkan lantaran percobaan melakukan kejahatan itu atau jika percobaan itu tidak dapat dihukum, lantaran kejahatan itu sendiri. 2 Aturan ini tidak berlaku baginya, jika kejahatan atau percobaan akan itu yang dapat dihukum, tidak terjadi lantaran hal-hal yang tergantung dari kemauannya sendiri. 53 Demikian isi dari Pasal 163 bis KUHP diatas, semoga menjadi informasi bermanfaat bagi kita semua. Salam Untuk informasi konsultasi dan mengundang kami, silahkan hub no WA hanya pesan 0811-2881-257 Sumber Pasal 163 bis KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pasal163 bis. Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2 berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, dan kejahatan itu atau percobaan untuk itu dapat dipidana tidak terjadi, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, tetapi dengan
Actions sur le document Article 163 quinquies C bis Article 163 quinquies C bis Les distributions effectuées par les sociétés unipersonnelles d'investissement à risque mentionnées à l'article 208 D sont exonérées d'impôt sur le revenu et de la retenue à la source mentionnée au 2 de l'article 119 bis lorsque les conditions suivantes sont réunies 1° Elles sont prélevées sur des bénéfices exonérés d'impôt sur les sociétés en application des dispositions de l'article 208 D ; 2° L'associé a son domicile fiscal en France ou dans un pays ou territoire ayant conclu avec la France une convention d'assistance administrative en vue de lutter contre la fraude et l'évasion fiscales ; 3° Les actions ouvrant droit aux distributions concernées ont été souscrites par l'associé unique initial ou transmises à titre gratuit à la suite du décès de cet associé. Dernière mise à jour 4/02/2012

KitabUndang - Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 163 ayat 1, berbunyi : Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan yang berisi perjanjian (kesanggupan) akan memberi keterangan, kesempatan atau daya upaya melakukan sesuatu peristiwa pidana, dengan maksud supaya perjanjian itu diketahui atau lebih diketahui oleh orang banyak, dihukum penjara selama - lamanya empat bulan dua

Pasal 163 1 Barangsiapa menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan, yang isinya menghasut supaya perbuatan yang dapat dihukum dilakukan, melawan pada kekuasaan umum dengan kekerasan atau tidak mau menurut apa2 yang diterangkan dalam pasal diatas tadi, dengan maksud supaya isi tulisan penghasut itu diketahui oleh orang banyak atau lebih diketahui oleh orang banyak, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 2 Jika sitersalah melakukan kejahatan itu dalam jabatannya dan pada waktu melakukan kejahatan itu belum lagi liwat lima tahun sejak keputusan hukumannya yang dahulu lantaran kejahatan serupa itu juga telah mendapat ketetapan, maka dapat ia dipecat dari jabatannya. 5-1, 35, 55-1-2e, 160, 483 s. Demikian isi dari Pasal 163 KUHP diatas, semoga menjadi informasi bermanfaat bagi kita semua. Salam Untuk informasi konsultasi dan mengundang kami, silahkan hub no WA hanya pesan 0811-2881-257 Sumber Pasal 163 KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana SeePage 1. Penganjuran gagal/ percobaan pembujukan pasal 163 bis (pemidanaan penganjuran gagal). Bahwa orang yang dibujuk tidak mau melakukan/ melakukan tapi tidak sampai tahap pelaksanaan. Dapat dipidana kecuali tidak mengakibatkan kejahatan/percobaan kejahatan dengan kehendak sendiri. Gagal karena kehendak sendiri dan tidak adanya kejahatan

Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahasa Belanda Wetboek van Stafrecht, umum dikenal sebagai KUH Pidana atau KUHP adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pidana di Indonesia. Pasal 163 bis KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana – Buku Kedua tentang Kejahatan – Bab V – Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum. Pasal 163 bis KUHP 1. Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam pasal 55ke-2 berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, dan kejahatan itu atau percobaan untuk itu dapat dipidana tidak terjadi, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, tetapi dengan pengertian bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat daripada yang dapat dijatuhkan karena percobaan kejahatan atau apabila percobaan itu tidak dapat dipidana karena kejahatan itu sendiri. 2. Aturan tersebut tidak berlaku, jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan disebabkan karena kehendaknya sendiri. Loading next page... Press any key or tap to cancel.

Pasal163 bis KUHP), tetapi tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban atas kausalitas matinya korban, yakni Pasal 353 ayat (3) KUHP. Namun demikian, Tim penulis mendapat dua kesimpulan yang berkaitan dengan adanya perbedaan kualifikasi antara terdakwa dengan para pelaku langsung.

Skip to content 1 Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana dengan maksud supaya penawaran itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 2 Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. Pasal 163 bis 1 Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2 berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, dan kejahatan itu atau percobaan untuk itu dapat dipidana tidak terjadi, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, tetapi dengan pengertian bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat daripada yang dapat dijatuhkan karena percobaan kejahatan atau apahila percobaan itu tidak dapat dipidana karena kejahatan itu sendiri. 2 Aturan tersebut tidak berlaku, jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan disebabkan karena kehendaknya sendiri. IndeksBuku Kedua - Kejahatan KUHP (Penal Code) BUKU KEDUA - KEJAHATAN Pasal 153 bis Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal 8, butir 32. Pasal 163 bis (1) Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2 berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, dan Beranda Peraturan Pasal 163 KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Buku Kedua tentang Kejahatan - Bab V - Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Pasal 163 KUHP Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana dengan maksud supaya penawaran itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. - Pasal 163 KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Courtesy of Baca Juga
Perhitunganpesangon menurut Pasal 163 (2) UU Ketenagakerjaan, 2x pesangon, 1x uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak," kata Zulfikar. Berdasarkan pengalamannya, masih kata Zulfikar, hal yang patut dilakukan pengusaha adalah menyoal rencana memberitahukan rencana aksi perusahaan ini kepada pekerja.
Penganjuran dalam Hukum Pidana UitlokkerPenganjur atau uitlokker merupakan orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana - sarana yang ditentukan oleh peraturan perundang - undangan untuk melakukan kejahatan. Sehingga dapat dikatakan penganjur atau uitlokker hampir sama dengan menyuruh lakukan doenpleger, hal mana pada penganjuran uitlokking ini ada usaha untuk menggerakkan orang lain sebagai pembuat materiil auctor physicus. Adapun perbedaan dari kedua hal tersebut adalah sebagai berikut Kalau penganjuran atau uitlokking menggerakkannya dengan sarana - sarana tertentu limitatif sedangkan orang yang menyuruh lakukan atau doenpleger sarana menggerakkannya tidak ditentukan tidak limitatif;Kalau penganjuran atau uitlokking pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan tidak merupakan manus ministra sedangkan orang yang menyuruh lakukan atau doenpleger, pembuat materiil tidak dapat dipertanggungjawabkan merupakan manus ministraSyarat penganjuran dalam Hukum Pidana UitlokkerAdapun syarat penganjuran atau uitlokker yang dapat dipidana adalah sebagai berikut Ada kesenjangan untuk menggerakkan orang lain melakukan perbuatan yang terlarang;Menggerakkannya dengan menggunakan upaya - upaya atau sarana - sarana seperti ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang - undangan bersifat limitatif;Putusan kehendak dari si pembuat materiil ditimbulkan karena hal - hal tersebut pada angka 1 dan 2 di atas, jadi dapat dikatakan terdapat psychise causaliteit;Si pembuat materiil tersebut melakukan tindak pidana yang dianjurkan atau percobaan melakukan tindak pidana; danPembuat materiil tersebut harus dipertanggungjawabkan dalam hukum 5 lima syarat yang disebutkan di atas, jelas bahwa syarat 1 dan 2 merupakan syarat yang harus ada pada si penganjur atau uitlokker sedangkan syarat 3, 4 dan 5 merupakan syarat yang melekat pada orang yang dianjurkan pembuat materiil. Adapun kemudian muncul pertanyaan mungkinkah ada penganjuran untuk melakukan delik culpa. Mengenai hal tersebut terdapat beberapa pendapat Pendapat pertama menyatakan "Tidak Mungkin"Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh van Hamel dengan mengemukakan alasan bahwa sifat khas dari uitlokking yakni membujuk terjadinya perbuatan dengan kedua menyatakan "Mungkin"Simmons menganggap bukannya mustahil dalam bentuk demikian seseorang dapat membujuk terjadinya sesuatu perbuatan dengan pengetahuan bahwa orang yang akan melakukan perbuatan itu dapat mengira - ngira kemungkinan terjadinya akibat yang tidak dikehendaki atau dapat mengirakan kemungkinan terjadinya akibat tersebut. Menurut Pompe orang nyata - nyata dapat sengaja menyuruh orang lain untuk melakukan delik culpa dalam arti orang itu sebagai pembujuk mempunyai kesengajaan untuk menggerakkan agar orang lain melakukan perbuatan yang ternyata suatu delik culpa dan inklusif di dalam perbuatan sengaja itu termasuk kealpaan dan pula dalam arti bahwa yang di bujuk dan pembujuk mempunyai kealpaan yang diisyaratkan oleh undang - undang misalnya seperti seorang pemilik mobil sengaja meminjamkan mobilnya untuk dipakai orang lain dengan mengetahui bahwa dengan pemberian pinjaman itu, orang lain tersebut akan mengendarainya. Jadi, pada pembujuk ada kesengajaan yang ditujukan untuk menggerakkan orang lain untuk menyupir. Kalau orang lain itu tidak dapat menyupir hal mana diketahui oleh pembujuk, maka jika pengendara tersebut melanggar seseorang yang mengakibatkan mati, maka ia dapat dikatakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 359 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP sedangkan pemilik mobil dapat dikatakan melakukan pembujukan untuk terjadinya pelanggaran Pasal 359 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP.Sebagaimana penjelasan di atas kemudian menimbulkan kembali pertanyaan mungkinkah ada percobaan penganjuran uitlokker atau penganjuran yang gagal. Penganjuran yang gagal ini dapat terjadi dalam hal seseorang telah dengan sengaja menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu tindak pidana dengan menggunakan salah satu sarana dalam ketentuan Pasal 55 ayat 1 ke 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, akan tetapi orang lain itu tidak mau melakukan atau mau melakukan tetapi tidak sampai dapat melaksanakan perbuatan yang dapat dipidana. Kemudian timbul masalah apakah terhadap percobaan untuk membujuk atau penganjuran yang gagal dapat dipidana, adapun mengenai hal ini sebelum adanya ketentuan Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP terdapat 2 dua pandangan atau pendapat yang berbeda, yaitu Pendapat pertama menyatakan bahwa penganjuran dipandang sebagai bentuk penyertaan yang bersifat accessoir tidak berdiri sendiri = onzelfstandig.Pandangan ini dianut oleh Hazewinkel Suringa, Simmons, van Hamel dan vos, hal mana menyatakan bahwa pengajuran itu ada apabila ada tindak pidana yang dilakukan oleh pembuat materiil. Dalam hal ini si penganjur dipidana apabila orang yang dibujuk melakukan perbuatan yang dapat dipidana karena dalam percobaan untuk penganjuran ini, tindak pidana itu tidak terjadi maka si penganjur juga tidak dapat dipidana. Pendapat kedua menyatakan bahwa penganjuran dipandang sebagai bentuk penyertaan yang tidak accessoir berdiri sendiri = zelfstanding dan tidak bergantung pada yang lain. Pandangan ini dianut oleh Blok, Jonkers, Pompe dan van Hattum, hal mana menurut mereka ada atau tidaknya penganjuran tidak tergantung pada ada tidaknya atau terjadi atau tidaknya tindak pidana. Dalam hal ini si penganjur tetap dapat dipidana walaupun tindak pidana yang dianjurkan kepada si pelaku tidak terjadi sehingga menurut pandangan kedua ini percobaan untuk penganjuran tetap dapat uraian di atas sudah terlihat jelas bahwa menurut pendapat pertama accessoir, strafbaarheid sifat dapat dipidananya si penganjur digantungkan dari apa yang dilakukan oleh orang lain. Jadi sudut pandangnya tidak membedakan antara sifat tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana sehingga dapat dikatakan bahwa pendapat ini lebih mendekati pandangan dengan pandangan yang pertama di atas, dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP Jerman sebelum perubahan tahun 1943 dikenal dengan yang dinamakan extreme accessoiriteit yaitu bahwa untuk adanya bentuk - bentuk penyertaan harus ada yang bertanggung jawab sebagai Tater pelaku. Menurut Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP Jerman tersebut menentukan bahwa untuk dapat memidana seseorang peserta sebagai Mittater si turut serta melakukan / medepleger, pengajur / uitlokker, atau pembantu / medeplichtige, maka si pembuat materiil harus melakukan strafbare handlung yang diartikan bukan saja melakukan perbuatan yang dilarang atau diancam pidana, akan tetapi juga dapat dijatuhi pidana. Dengan demikian apabila si pembuat materiil tidak dapat dijatuhi pidana karena tidak ada kesalahan, maka tidak mungkin ada penyertaan. Pertanggungjawaban peserta tidak lagi digantungkan pada pertanggungjawaban si pelaku atau peserta lainnya, akan tetapi dipandang berdiri sendiri asal saja pelaku atau peserta lainnya itu telah melakukan sesuatu perbuatan yang accessoiriteit yang terbatas ini sesuai dengan pandangan dualistis yang dilihat dari 2 dua sudut pandang, yaitu Dari sudut perbuatanPada umumnya tiap - tiap peserta tidak berdiri sendiri - sendiri karena sifat melawan hukumnya perbuatan dari si pembuat atau si pembantu baru timbul jika perbuatan dari si pembuat atau si pembantu baru timbul jika perbuatannya dihubungkan dengan pelaku atau peserta sudut pertanggungjawaban tiap - tiap peserta dipertanggungjawabkan sendiri - sendiri menurut sikap batinnya masing - masing berhubungan dengan apa yang percobaan pengajuran atau penganjuran yang gagal ini sekarang sudah tidak menjadi persolan lagi setelah pada tahun 1925 S. 1925 No. 197 / jo. 273 ditambahkan ketentuan Pasal 163 bis ke dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP yang menyatakan bahwa Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam ketentuan Pasal 55 ke 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, mencoba menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, diancam pidana penjara paling lama 6 enam tahun atau denda paling banyak tiga ratus rupiah sekarang menjadi Rp. jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan yang dipidana, akan tetapi dengan ketentuan bahwa sekali - kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat dari pada yang ditentukan terhadap percobaan kejahatan atau jika percobaan itu tidak dipidana tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat dari yang ditentukan terhadap kejahatan itu tersebut tidak berlaku jika tidak mengakibatkannya kejahatan atau percobaan kejahatan yang dipidana itu disebabkan karena kehendaknya pasal di atas mengancam pidana terhadap pembujukan yang gagal dan juga yang tidak menimbulkan akibat. Dengan demikian pasal ini menjadikan perbuatan pembujukan yang gagal sebagai delik yang berdiri sendiri delictum suigeneris. Delik ini merupakan delik formil yang artinya perumusannya dititikberatkan pada perbuatan si pembuat, jadi jika seseorang dengan salah satu sarana yang tersebut dalam ketentuan Pasal 55 ke 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP itu berusaha menggerakkan orang lain untuk melakukan kejahatan, maka ia sudah dapat dipidana. Alasan penghapus pidananya tercantum dalam ayat 2 sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Prof. Moelyatno yang menyatakan bahwa ketentuan Pasal 163 bis 2 merupakan alasan penghapus diperhatikan bahwa dalam ketentuan pasal 163 bis itu digunakan kata - kata “mencoba / berusaha menggerakkan orang lain untuk…”. Jadi dapat juga dikenakan kepada menyuruh lakukan doenplegen yang gagal, asal saja sarana yang dipakai oleh si pembuat termasuk salah satu sarana untuk pembujukan yang tersebut dalam ketentuan Pasal 55 ayat 1 ke 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP. Pertanggungjawaban si penganjurDalam ketentuan Pasal 55 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP dinyatakan bahwa penganjur dipertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang sengaja dianjurkannya beserta akibatnya misalnya seperti si X menganjurkan si Y untuk menganiaya si Z dan akibat penganiayaan itu si Z mati. Dalam hal ini pertanggungjawaban si X bukan terhadap perbuatan menganjurkan orang lain melakukan penganiayaan vide Pasal 55 jo. Pasal 351 KUHP, akan tetapi “menganjurkan orang lain melakukan penganiayaan yang berakibat mati” vide Pasal 55 jo. Pasal 351 ayat 3 KUHP.Bagaimanakah apabila si Y yang dianjuri langsung membunuh si Z. Adapun dalam hal ini matinya si Z tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si X, jadi tidak dapat dituduh berdasarkan Pasal 55 jo. Pasal 338 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP karena pembunuhan itu bukan dimaksud disengaja oleh si X. Namun demikian, si X masih dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, yaitu pembujukan yang gagal untuk penganiayaan. Maksimum pidana yang dapat dikenakan adalah maksimum pidana untuk penganiayaan yang terbukti sengaja dianjurkan oleh si X, yaitu kalau penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, maksimumnya 2 tahun 7 bulan dan kalau penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 352 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP maksimumnya 3 bulan dan kalau penganiayaan yang direncanakan sebagaimana diatur dalam ketentutan Pasal 351 ayat 1 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP maksimumnya 4 tahun penjara dan seterusnya. Jadi maksimumnya bukan 6 tahun vide Pasal 163 bis KUHP.Ketentuan pada Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP juga dapat dipertanggungjawabkan pada si X dalam hal si Y yang dianjuri tidak mau melaksanakan anjuran dari si X walaupun mungkin ia sudah menerima sesuatu pemberian atau hadiah dari si X. Jadi gagalnya pengajuran si X karena kehendak orang yang ditunjuk si Y. Apabila tidak terjadi atau gagalnya pengajuran si X itu karena kehendak si X sendiri, maka ketentuan yang diatur dalam Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP tidak dapat dikenakan pada apabila dalam melaksanakan anjuran si X untuk menganiaya si Z itu, si Y baru melaksanakannya sampai taraf percobaan penganiayaan. Ini berarti tidak terjadi percobaan kejahatan yang dipidana seperti disebutkan dalam ketentuan Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP. Kalau si X membujuk si Y untuk membunuh si Z dengan menggunakan pistol, akan tetapi karena “penyimpangan sasaran” aberretio ictus / afdwalirgsgevallen tembakan si Y mengenai si T, maka perbuatan si X tetap dapat disebut “membujuk untuk percobaan pembunuhan terhadap si Z” vide Pasal 55 jo. Pasal 53 jo. Pasal 338 KUHH. Bagaimanakah terhadap matinya T, apakah si X dapat dipertanggungjawabkan ?Ada pendapat bahwa dalam hal ini Si X tidak dapat dipertanggungjawabkan karena matinya si T bukan yang dikehendaki disengaja dianjurkan oleh si X, jadi karena tidak ada identitas kesamaan antara perbuatan yang dibujukkan dengan perbuatan yang benar - benar dilakukan. Pendapat ini menghendaki adanya hubungan langsung antara kesengajaan si pembujuk dengan terjadinya delik yang dilakukan oleh orang yang dibujuk. Jadi masalah pokoknya berkisar pada sampai seberapa jauh kesengajaan menurut ketentuan Pasal 55 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP itu dapat dipertanggungjawabkan kepada di pembujuk, apakah hanya bertanggung jawab terhadap kesengajaan dengan maksud yang langsung dituju atau meliputi juga seluruh corak pengertian sengaja yang dianjurkan dalam ketentuan Pasal 55 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP meliputi juga dolus eventualis yang dilakukan oleh pembuat materiil, maka dalam kasus diatas si X juga dapat dipertanggungjawabkan terhadap matinya si T apabila terbukti bahwa pada saat si Y pembuat materiil menembak si Z dapat dibayangkan kemungkinan tertembaknya orang lain yang berada di dekat si Z. Penetuan hal ini dilakukan secara normatif oleh penjelasan singkat mengenai penganjuran dalam hukum pidana yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan pesan atau komentar di akhir postingan. Terima kasih. Pasal163 bisPasal 163 bis Menurut Pompe, Jonkers, Hazewinkel-Suringa:Menurut Pompe, Jonkers, Hazewinkel-Suringa: Pasal 163 bis berlaku juga pada doeplegen,Pasal 163 bis berlaku juga pada doeplegen, karena istilah yang digunakan dalam rumusankarena istilah yang digunakan dalam rumusan pasalnya bukanpasalnya bukan uitlokkenuitlokken tetapitetapi
Percobaan dalam Hukum Pidana Poging, AttemptDi dalam ketentuan yang diatur pada Bab IX Buku I Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP tentang arti beberapa istilah yang dipakai dalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP tidak dijumpai rumusan arti atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan istilah percobaan poging, attempt. Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP hanya merumuskan batasan mengenai kapan dikatakan adanya percobaan untuk melakukan kejahatan yang dapat dipidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 53 ayat 1 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP yang menyatakan bahwa"Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan dan tidak selesainya pelaksanaan itu bukan semata - mata disebabkan karena kehendaknya sendiri."Redaksi ketentuan pasal di atas tersebut jelas tidak merupakan suatu definisi, akan tetapi hanya merumuskan syarat - syarat atau unsur - unsur yang menjadi batas antara percobaan yang dapat dipidana dan yang tidak dapat dipidana. Adapun percobaan yang dapat dipidana menurut sistem Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP bukanlah percobaan terhadap semua jenis tindak pidana karena yang dapat dipidana hanyalah percobaan terhadap tindak pidana yang berupa kejahatan saja sedangkan percobaan terhadap pelanggaran tidak dipidana sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 54 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP. Pada ketentuan yang diatur dalam Pasal 54 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP memperlihatkan adanya pemikiran dari para perumusnya bahwa delik pelanggaran bersifat lebih ringan dari pada kejahatan. Oleh karena itu, percobaan pun terlalu rendah dari Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP. Di samping itu perlu dicatat bahwa ketentuan umum dalam Pasal 53 ayat 1 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP di atas tidak berarti bahwa percobaan terhadap semua kejahatan dapat dipidana. Adapun pengecualian tersebut misalnya seperti Percobaan duel atau perkelahian tanding sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat 5 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP;Percobaan penganiayaan ringan terhadap hewan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 302 ayat 4 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP;Percobaan penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 351 ayat 5 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP; danPercobaan penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 352 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP.Sifat Percobaan Poging, AttemptMengenai sifat dari percobaan ini terdapat 2 dua pandangan, yaitu Percobaan dipandang sebagai strafausdehnungsgrund; danPercobaan dipandang sebagai tatbestandausdehnungsgrund atau perluasan dipandang sebagai strafausdehnungsgrundAdapun dalam hal ini, percobaan poging, attempt dipandang sebagai dasar atau alasan perluasan pertanggungjawaban pidana strafausdehnungsgrund sebagaimana dikemukakan oleh Hazewinkel Suringa dan Oemar Seno Adji. Hal mana mereka memandang seseorang yang melakukan percobaan poging, attempt untuk melakukan suatu tindak pidana meskipun tidak memenuhi semua unsur delik tetap dapat dipidana apabila telah memenuhi rumusan Pasal 53 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP. Jadi sifat percobaan poging, attempt adalah untuk memperluas dapat dipidananya orang bukan memperluas rumusan - rumusan delik. Dengan demikian menurut pandangan ini, percobaan poging, attempt tidak dipandang sebagai jenis atau bentuk delik yang tersendiri delictum sui generis akan tetapi dipandang sebagai bentuk delik yang tidak sempurna onvolkomen dekictsvorm.Percobaan dipandang sebagai tatbestandausdehnungsgrund atau perluasan delikMenurut pandangan ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Pompe dan Moelyatno memandang bahwa percobaan poging, attempt melakukan sesuatu tindak pidana merupakan satu kesatuan yang bulat dan lengkap. Percobaan bukanlah bentuk delik yang tidak sempurna, akan tetapi merupakan delik dalam bentuk yang khusus atau istimewa atau dengan kata lain merupakan delik tersendiri delictum sui generis. Adapun alasan Moelyatno memasukkan percobaan sebagai delik tersendiri karena Pada dasarnya seseorang itu dipidana karena melakukan suatu delik;Dalam konsep perbuatan pidana pandangan dualistis ukuran suatu delik didasarkan pada pokok pikiran adanya sifat berbahayanya perbuatan itu sendiri bagi keselamatan masyarakat;Dalam hukum adat tidak dikenal percobaan sebagai bentuk delik yang tidak sempurna onvolkomen delictsvorm karena yang ada hanya delik selesai; danDalam Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP terdapat beberapa perbuatan yang dipandang sebagai delik yang berdiri sendiri dan merupakan delik selesai walaupun pelaksanaan dari perbuatan itu sebenarnya belum selesai, akan tetapi baru merupakan percobaan misalnya seperti delik - delik makar aanslagdelicten dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 104, 106, dan Pasal 107 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP.Mengenai contoh yang dikemukakan oleh Moelyatno pada nomor 4 di atas, dapat pula diambil contoh pada ketentuan Pasal 163 bis Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP. Menurut ketentuan pasal tersebut percobaan untuk melakukan penganjuran poging tot uitloking atau yang biasa juga disebut penganjuran yang gagal mislukte uit lokking tetap dapat dipidana, jadi dipandang sebagai delik yang berdiri sendiri. Mengenai adanya perbedaan pandangan tersebut diatas. Prof. Moelyatno berpendapat bahwa pandangan pertama sesuai dengan alam atau masyarakat individual karena yang diutamakan adalah strafbaarheid van de person sifat dipidananya orang sedangkan pandangan yang kedua sesuai dengan alam atau masyarakat kita sekarang karena yang diutamakan adalah perbuatan yang tak boleh terhadap PercobaanSebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa menurut sistem Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP yang dapat dipidana hanyalah percobaan terhadap kejahatan sedangkan terhadap pelanggaran tidak dipidana. Dalam hal percobaan terhadap kejahatan, maka menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 53 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP maksimum pidana yang dapat dijatuhkan ialah maksimum pidana untuk kejahatan yang bersangkutan dikurangi sepertiga. Jadi misalnya untuk percobaan pembunuhan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 53 Jo. Pasal 338 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP maksimumnya adalah 10 sepuluh tahun penjara. Bagaimanakah apabila kejahatan yang bersangkutan diancam pidana mati atau penjara seumur hidup, seperti halnya dalam ketentuan yang diatur pada Pasal 340 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP yang mengatur tentang pembunuhan berencana, hal mana menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 53 ayat 3, maksimum pidana yang dapat dijatuhkan hanya 15 lima belas tahun penjara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP, maksimum pidana pokok untuk percobaan poging, attempt adalah lebih rendah daripada apabila kejahatan itu telah selesai seluruhnya sedangkan untuk pidana tambahannya menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 53 ayat 4 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP adalah sama dengan kejahatan Pemidanaan terhadap Percobaan Poging, AttemptMengenai dasar pemidanaan terhadap percobaan poging, attempt terdapat beberapa teori sebagaimana berikut di bawah ini Teori SubyektifMenurut teori ini sebagaimana yang dianut oleh Simmons menentukan bahwa dasar patut dipidananya percobaan poging, attempt terletak pada sikap batin atau watak yang berbahaya dari si pembuat. Teori ObyektifMenurut teori ini sebagaimana yang dianut oleh Van Hamel menentukan bahwa dasar patut dipidananya percobaan poging, attempt terletak pada sifat berbahayanya perbuatan yang dilakukan oleh si pembuat. Adapun teori ini terbagi 2 dua, yaitu Teori obyektif formil, yakni menitikberatkan sifat berbahayanya perbuatan itu terhadap tata hukum; danTeori obyektif materiil, yakni menitikberatkan sifat berbahayanya perbuatan itu terhadap kepentingan atau benda CampuranMenurut teori ini sebagaimana yang dianut oleh Langemeyer dan Jonkers menentukan bahwa dasar patut dipidananya percobaan poging, attempt dari 2 dua segi, yaitu Sikap batin pembuat yang berbahaya segi subyektif; dan Sifat berbahayanya perbuatan segi obyektif.Namun karena dalam kenyataanya pelaksanaan dari teori ini tidak mudah terlihat dari dasar pemidanaannya yang lebih cenderung pada teori subyektif. Adapun Moelyatno dapat dikategorikan sebagai penganut teori campuran, hal mana menurut beliau rumusan delik percobaan poging, attempt dalam ketentuan Pasal 53 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP mengandung 2 dua inti yaitu Subyektif niat untuk melakukan kejahatan tertentu; danObyektif kejahatan tersebut telah mulai dilaksanakan tetapi tidak selesai. Dengan demikian menurut beliau dalam percobaan tidak mungkin dipilih salah satu diantara teori obyektif dan teori subyektif karena jika demikian berarti menyalahi 2 dua inti dari delik percobaan poging, attempt itu yang ukurannya harus mencakup 2 dua kriteria tersebut subyektif dan obyektif. Di samping itu, beliau mengatakan bahwa baik teori subyektif maupun obyektif apabila dipakai secara murni akan membawa kepada Hukuman Bagi Pelaku Percobaan PidanaSanksi terhadap percobaan diatur dalam ketentuan Pasal 53 ayat 2 dan ayat 3 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP yang menyatakan sebagai berikut Pasal 53 ayat 2 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP menentukan bahwa maksimal hukuman pokok atas kejahatan itu dalam hal percobaan dikurangi dengan 1/3 sepertiga;Pasal 53 ayat 3 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP menentukan bahwa kalau kejahatan itu diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka dijatuhkan hukuman penjara paling lama 15 lima belas bagi percobaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 53 ayat 2 dan ayat 3 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP dikurangi 1/3 sepertiga dari hukuman pokok maksimum dan paling tinggi 15 lima belas tahun penjara. Di dalam ayat 2 dari ketentuan Pasal 53 Kitab Undang - undang Hukum Pidana KUHP ditentukan bahwa hukuman yang dapat dikenakan atas perbuatan percobaan ialah maksimum hukuman pokok atas suatu kejahatan diancam hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup, maka terhadap perbuatan percobaannya diancamkan hukuman maksimum 15 lima belas tahun hal percobaan maksimum ancaman hukuman bukan yang dijatuhkan pada kejahatan dikurangkan dengan sepertiganya, ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup diganti dengan hukuman penjara maksimum 15 lima belas tahun, akan tetapi mengenai hukuman tambahan sama saja halnya dengan kejahatan yang selesai penjelasan singkat mengenai Percobaan dalam Hukum Pidana Poging, Attempt yang dirangkum dari berbagai sumber, semoga artikel ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Jika ada pertanyaan atau tanggapan sehubungan dengan artikel ini, silahkan tinggalkan komentar di akhir postingan. Terima kasih
EaEkXs.
  • bs69y92tjr.pages.dev/95
  • bs69y92tjr.pages.dev/374
  • bs69y92tjr.pages.dev/237
  • bs69y92tjr.pages.dev/468
  • bs69y92tjr.pages.dev/203
  • bs69y92tjr.pages.dev/152
  • bs69y92tjr.pages.dev/62
  • bs69y92tjr.pages.dev/20
  • pasal 163 bis kuhp